Minggu, 11 Juli 2010

Mepandes Massal 11 Juli 2010



























































































































Wayang Lemah

Wayang Lemah dipentaskan pada umumnya siang hari dan dilihat dari fungsinya adalah termasuk kesenian pelengkap upacara keagamaan. Di beberapa tempat disebut dengan Wayang Gedog.

Wayang ini dipentaskan tanpa menggunakan layar atau kelir, dan lampu blencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayang pada seutas benang putih (benang tukelan) sepanjang sekitar setengah sampai satu meter yang diikat pada batang kayu dapdap yang dipancangkan pada batang pisang di kedua sisi dalang.

Gamelan pengiringnya adalah gender wayang yang berlaras slendro (lima nada). Wayang upacara ini, pementasannya sangat tergantung pada waktu pelaksanaan upacara keagamaan yang diiringinya, sehingga dapat dipentaskan pada siang hari, sore ataupun malam hari.

Pendukung pertunjukan ini adalah yang paling kecil, 3 sampai 5 orang yang terdiri dari seorang dalang dan satu atau dua pasang penabuh gender wayang. Sebagai kesenian upacara, pertunjukan wayang lemah biasanya mengambil tempat di sekitar tempat upacara dengan tidak mempergunakan panggung pementasan khusus.


Lakon yang dibawakan pada umumnya bersumber pada cerita Mahabrata yang disesuaikan dengan jenis dan tingkatan upacara yang diiringinya. Jangka waktu pementasan Wayang Lemah pada umumnya singkat, sekitar 1 sampai 2 jam.

Moment ini saya ambil pada saat upacara Memukur dan Mepandes ( potong gigi ) di Sekretariat Mahagotra Denpasar pada tanggal 11 Juli 2010.

Agus Bhargawa

Mepandes

Mepandes atau Upacara Potong Gigi adalah salah satu ritual masyakat Bali, berhubungan dengan adat dan spiritual. Karena pada dasarnya 2 hal tersebut, yaitu adat dan spiritual merupakan elemen terpenting bagi kehidupan masyarakat Bali. Terutama bagi kehidupan sehari-hari. Upacara potong gigi adalah satu upacara besar, karena ini adalah wujud tanggung jawab orang tua pada anaknya, selain menikahkan. Upacara ini diadakan biasanya 1 kali seumur hidup. Berhuhung ini ritual wajib, jadi semua orang Hindu Bali pasti mengalami upacara ini. Upacara ini biasanya dilakukan pada saat anak mengijak remaja atau dewasa dan kalau ada seseorang yang meninggal sebelum sempat melaksanakan upacara potong gigi maka upacara itu tetap diadakan untuk dirinya setelah meninggal. Kalau teknis penyelenggaraan upacara sendiri berbeda-beda bagi tiap daerah atau desa namun pada intinya tetap sama, yaitu simbol dari pengendalian terhadap Sat Ripu ( enam musuh dalam diri manusia ). Berhubung upacara potong gigi termasuk acara ber-budget besar alias memakan banyak biaya, banyak keluarga atau orang tua mengadakan upacara itu dibarengkan dengan acara lainnya, umumnya pernikahan dan ngaben. Atau ada juga yang menyelenggarakan satu upacara untuk sekaligus beberapa orang atau massal. Ini dilakukan untuk meminimalisir pengeluaran maupun berbagai alasan lainnya yang mengandung nilai kepraktisan, dan ada pula alasan-alasan lainnya. Seperti tadi disebutkan, ini adalah upacara besar, jadi tentunya melibatkan banyak orang, tidak ubahnya dengan pernikahan. Orang yang melaksanakan upacara bisanya juga mengundang seluruh kerabat maupun kenalan untuk hadir. Jadi undangan untuk potong gigi sangat umum di Bali, selayaknya kita menerima undangan pernikahan teman atau kenalan.

Moment ini saya ambil pada saat Upacara Memukur dan Mepandes di Sekretariat Mahagotra Denpasar 11 Juli 2010.

Agus Bhargawa